Vila Ilegal Menjamur, Okupansi Hotel di Bali Anjlok 20 Persen

7 hours ago 4
ARTICLE AD BOX
Informasi di lapangan mengatakan bahwa fenomena ini diakibatkan menjamurkan akomodasi pariwisata ilegal berbentuk vila. Wisatawan banyak terserap ke jenis akomodasi ini yang juga sedang terlilit masalah kompleks melibatkan pelanggaran perizinan hingga keimigrasian.

Sekretaris BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali Perry Markus mengonfirmasi bahwa rata-rata okupansi hotel pada kuartal pertama tahun 2025 memang menurun. Hal ini terlihat dari posisinya berada di bawah rata-rata periode yang sama tahun sebelumnya.

“Melihat kedatangan wisatawan Januari-Maret 2025 itu seharusnya okupansi itu naik. Sekarang ini antara stagnan, malah turun. Jadi, bisa antara 10-20 persen itu kelihatan sekali turun,” jelas Perry ketika ditemui di Denpasar, Senin (28/4/2025).

Normalnya, kata eks Ketua BPC PHRI Badung ini, rata-rata okupansi hotel di Bali pada kuartal pertama antara 60-70 persen. Meskipun, di titik-titik tertentu, okupansi hotel bisa lebih rendah atau lebih tinggi tergantung MICE dan event yang diselenggarakan di kawasan masing-masing.

Dengan kondisi pendapatan hotel yang menurun karena okupansi anjlok seperti sekarang ini, hotel-hotel di Bali disebut sedang berdarah-darah untuk bertahan. Dan, yang paling dirugikan adalah pelaku usaha hotel non bintang atau hotel kelas menengah ke bawah.

“Sekarang ini, hotel berbintang dalam mode bertahan hidup dengan cara menurunkan rate. Masalahnya, kalau hotel berbintang turun rate, hotel non bintang, hotel melati itu mau turun berapa lagi? Imbasnya kan semakin berat dan tidak sehat,” tegas Perry.

Perry mengatakan, PHRI awalnya tidak langsung mengambil kesimpulan bahwa anomali ini disebabkan keberadaan vila ilegal. Sebab, kegiatan hotel di lini Meetings, Incentives, Conferences, dan Exhibitions (MICE) yang menunjang okupansi dan pendapatan juga sedang terpukul karena kebijakan efisiensi anggaran.

Kemudian, PHRI mencoba mengkaji di lapangan soal penyebab lain fenomena anomali ini. Apakah Bali hanya dijadikan hub wisatawan, lantas mereka lari ke daerah lain. Kata Perry, ternyata tidak demikian. Wisatawan yang datang ke Bali memang tinggal dan berpelesiran di Pulau Dewata.

“Akhirnya kami temukan, wisatawan-wisatawan ini menginap di akomodasi-akomodasi yang tadi sudah disampaikan (vila ilegal), terserap ke sana,” ungkap Perry.

Vila ilegal ini, kata Perry, jelas merugikan seperti apa yang terjadi saat ini dengan hotel berbintang dan hotel kelas menengah ke bawah. Di samping itu, vila ilegal ini tidak terdaftar dan tidak memenuhi ketentuan yang ada, sehingga merugikan daerah baik dari segi fiskal karena kebocoran pajak dan dari segi ketertiban serta kepastian hukum. *rat
Read Entire Article