Pertamina Perketat Pengawasan Pasca Temuan LPG Oplosan

4 hours ago 2
ARTICLE AD BOX
Executive General Manager Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus, Aji Anom Purwasakti, menegaskan bahwa tabung LPG subsidi yang digunakan dalam praktik ilegal tersebut tidak berasal dari agen atau pangkalan resmi Pertamina. "LPG 3 kg bersubsidi yang menjadi barang bukti didapat dari warung atau pengecer dengan harga Rp 21.000 per tabung, bukan dari agen atau pangkalan resmi. Ini menunjukkan tidak ada keterlibatan pihak resmi Pertamina dalam kasus ini," jelas Aji Anom, Rabu (12/3).  

Meski demikian, Pertamina mengapresiasi langkah cepat Bareskrim Polri dalam mengungkap jaringan tersebut. "Kami mendukung penuh upaya penegakan hukum oleh aparat dan siap memberikan keterangan lebih lanjut jika diperlukan," tambahnya. Menjelang Lebaran, Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus juga telah meningkatkan aktivitas pemantauan bersama lembaga penyalur resmi dan pemangku kepentingan seperti Polda Bali serta Pemerintah Provinsi Bali. Langkah ini dilakukan untuk memastikan distribusi LPG berjalan lancar dan terhindar dari penyimpangan.  

"Kami melakukan sidak secara rutin ke lembaga penyalur resmi di Bali dan terus berkoordinasi intensif dengan semua pihak terkait. Tujuannya adalah memastikan pelayanan energi kepada masyarakat berjalan optimal, terutama selama masa Satgas Ramadan dan Idul Fitri," ujar Aji Anom. Pertamina juga mengimbau masyarakat untuk turut serta mengawasi distribusi LPG subsidi. "Masyarakat dapat melaporkan jika menemukan praktik mencurigakan terkait LPG subsidi melalui saluran resmi Pertamina," pesannya.  

Sebelumnya, Selasa (11/3), Bareskrim Mabes Polri dalam konferensi pers mengungkap telah menangkap empat tersangka di dua lokasi pengoplosan, yaitu di Banjar Griya Kutri, Desa Singapadu Tengah, Sukawati, Gianyar, dan Jalan Ulam Kencana Nomor 16, Pesanggaran, Denpasar Selatan. Polisi menyita ribuan tabung gas 3 kg serta ratusan tabung gas 12 kg dan 50 kg sebagai barang bukti.  

Para tersangka dijerat dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang telah diubah dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp 60 miliar.  

Modus operandi sindikat ini adalah membeli LPG 3 kg bersubsidi dari pengecer, kemudian memindahkan isinya ke tabung 12 kg dan 50 kg yang kosong. Hasil oplosan tersebut dijual dengan harga Rp 170 ribu untuk 12 kg dan Rp 670 ribu untuk 50 kg, dengan keuntungan mencapai Rp 25 juta per hari.  

Pertamina pun menegaskan komitmennya untuk terus mendukung upaya penegakan hukum terhadap praktik penyalahgunaan barang subsidi. "Kasus seperti ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mengancam kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan program subsidi yang seharusnya tepat sasaran," tegas Aji Anom.  7 mao
Read Entire Article