Eks Bendahara LPD Yehembang Kauh Dituntut 18 Bulan

9 hours ago 1
ARTICLE AD BOX
DENPASAR, NusaBali
Mantan Bendahara LPD Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, I Gusti Ayu Kade Juli Astuti, 42, yang sempat kabur ke Malaysia dan menjadi buronan Kejati Bali selama lebih dari setahun, dituntut 1 tahun 6 bulan (18 bulan) penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jembrana. Kepala Seksi Intelijen (Kasiintel) Gedion Ardana Reswari, dikonfirmasi Selasa (11/3) sore mengatakan, tuntutan ini telah dibacakan dalam sidang yang digelar secara daring di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, pada Senin (10/3) pagi, oleh JPU Putu Wulan Sagita Pradnyani dkk.

Dalam surat tuntutannya, JPU menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf UU No. 20 Tahun 2001 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dengan dikurangkan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar tetap ditahan dan menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 60 juta, dengan ketentuan apabila tidak dapat membayar maka diganti 2 bulan kurungan,” tegas JPU.

Selain pidana penjara dan denda, terdakwa juga dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada Negara cq. Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Yehembang Kauh sebesar Rp 372 juta dengan ketentuan jika tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. “Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun,” tambah JPU.

Sebelumnya diberitakan, Laporan Hasil Audit dari Auditor Kejaksaan Tinggi Bali Nomor: R-1880/H.VI.4/12/2023 tertanggal 30 Maret 2023 menyatakan total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 903 juta. Total dana yang diduga disalahgunakan oleh terdakwa mencapai Rp 372 juta selama periode 2016-2021. Sementara itu, terpidana mantan Ketua LPD Yehembang Kauh Nyoman Parwata yang telah divonis lebih dahulu selama 4 tahun, disebut-sebut turut menikmati uang korupsi sebesar Rp 531 juta.

Kasus ini bermula pada tahun 2016 ketika I Gusti Ayu Kade Juli Astuti berencana membuka usaha ayam petelur dan jual beli hasil bumi, namun tidak memiliki modal yang cukup. Di waktu yang sama, Nyoman Parwata yang saat itu menjabat sebagai Ketua LPD Yehembang Kauh juga membutuhkan uang dan kemudian meminjam dana sebesar Rp 25 juta dalam bentuk kas bon yang dicatat oleh terdakwa dalam buku bantu.

“Sesuai aturan LPD, kas bon harus dikembalikan dalam waktu 24 jam, namun Nyoman Parwata tidak mampu mengembalikan dana tersebut karena digunakan untuk biaya pengobatan anaknya,” ujar JPU.

Ketika ditagih oleh terdakwa di akhir bulan, Nyoman Parwata mengaku belum bisa mengembalikan dana tersebut. Untuk mengatasi hal ini, Nyoman Parwata menyarankan solusi dengan merekayasa pencatatan keuangan LPD seolah-olah peminjaman tersebut dilakukan secara resmi. Nyoman Parwata kemudian membuat permohonan kredit fiktif atas nama orang lain yang administrasinya dibuat menyerupai prosedur pinjaman resmi. “Melihat metode ini berhasil, terdakwa kemudian ikut melakukan hal serupa untuk memperoleh dana bagi kepentingan pribadinya,” ungkap JPU.

Dalam aksinya, terdakwa mencairkan pinjaman tanpa melengkapi administrasi resmi, tanpa persetujuan dari Bendesa atau Kelian Adat, serta tanpa jaminan atau agunan. Kredit yang seharusnya melalui prosedur yang sah direkayasa sedemikian rupa agar tampak legal dalam pembukuan LPD.

“Selain menggunakan nama nasabah LPD Yehembang Kauh, terdakwa juga mencantumkan nama-nama yang tidak terdaftar sebagai nasabah. Sebagian besar nama tersebut merupakan kerabatnya, baik dari pihak keluarga sendiri maupun suami, serta orang-orang yang memiliki hubungan kerja dengannya,” beber JPU. Tidak semua nama yang digunakan dalam pinjaman fiktif ini diketahui oleh pemiliknya. Beberapa orang mengaku tidak pernah dimintai izin oleh terdakwa untuk dipinjam namanya dalam proses pencairan dana. Akibatnya, ketika pada tahun 2021 salah satu nasabah ingin menarik tabungan sebesar Rp 10 juta, LPD tidak mampu mencairkan dana tersebut karena kas dalam keadaan kosong. Kondisi ini menimbulkan kepanikan di masyarakat, yang kemudian berbondong-bondong menarik tabungan mereka. Di sisi lain, banyak kredit yang macet, sehingga memperparah kondisi keuangan LPD Yehembang Kauh. Adapun jumlah uang yang berhasil dicarikan dari nama-nama peminjam fiktif tersebut sebesar Rp 372 juta.

Untuk diketahui, Pada Rabu 26 Febaruai 2025 lalu terdakwa menunjukkan itikad baik dengan menitipkan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 372 juta kepada Kejari Jembrana. Rinciannya Rp 64,5 juta telah dititipkan saat proses penyidikan melalui LPD Desa Adat Yehembang Kauh. Sementara Rp 307,5 juta dititipkan saat proses penuntutan kepada JPU Kejari Jembrana. “JPU mempertimbangkan uang pengganti ini sebagai pembayaran uang pengganti terhadap terdakwa,” katanya. 7 t
Read Entire Article