Bukan Hanya Menciptakan Keris, Perapen Pande Juga Menghasilkan Pagar Niskala hingga Pelebur Pepasangan

18 hours ago 3
ARTICLE AD BOX
Tempat mengolah bahan logam menjadi perkakas, pusaka, dan barang bernilai seni ini biasanya ditemui di pekarangan warga Pande. Posisinya secara tradisional berada di sisi selatan pekarangan rumah yakni arah mata angin Bhatara Brahma.

Perapen merujuk pada tungku api yang dipakai melelehkan bahan logam. Kemudian, berkembang menjadi bangunan di mana perapen dan sarana pendukung lainnya tersebut berada, seperti Perapen Tapa Karya Tatasan di Kelurahan Tonja, Denpasar.

Perapen Tapa Karya Tatasan ini dikelola Pande Putu Yuga Wardiana, 31, dan keluarga. Perapen yang berlokasi di Jalan Ratna Gang Pacar Nomor 2, Denpasar ini kerap dikunjungi warga yang ingin membuat dan memperbaiki pusaka khususnya keris.

Namun, yang berkunjung ke Perapen Tapa Karya Tatasan bukan saja karena dua alasan tersebut. Ada yang berkunjung ke perapen tanpa keterkaitan dengan perkakas dan pusaka yakni memohon abu perapen dan air dari palungan pendingin lelehan logam.

“Bagi orang-orang yang memahami apa itu perapen, iya. Karena di sini juga distanakan Bhatara Wisnu (pada tirta palungan) dan Ibu Geni Mpu Jaya Gumi di mulut perapen,” beber Pande Wardiana ketika ditemui NusaBali.com, belum lama ini.

Kata Pande Wardiana, Ibu Geni Mpu Jaya Gumi yang berstana pada perapen melahirkan pusaka melalui perantara seorang pande, jero mangku, maupun seorang empu. Ketika pusaka itu dilahirkan, ada abu dari sisa pembakaran.

“Ibu Geni Mpu Jaya Gumi, Beliau melahirkan sebuah keris, abunya itu bisa digunakan sebagai payengker (pagar),” ungkap Pande Wardiana.

Panyengker atau pagar yang dimaksud bukanlah sembarang pagar, melainkan pagar niskala. Pagar niskala ini dapat menangkal energi negatif agar tidak masuk ke dalam areal yang telah ditabur, dikelilingi abu perapen.

Fungsi yang sama juga berlaku untuk tirta palungan di mana distanakan Bhatara Wisnu. Kata Pande Wardiana, tirta palungan ini sama dengan konsep tirta sagara yang mampu melebur mala layaknya lelehan logam.

“Tirta sagara yang dianugerahi Bhatara Wisnu ini digunakan untuk melebur benda-benda yang tidak patut,” jelas Pande Wardiana.

Benda-benda yang tidak patut ini bisa berupa benda yang dijadikan perantara serangan niskala atau disebut pula pepasangan. Pepasangan ini dikubur atau diselipkan secara rahasia, biasanya di pekarangan orang yang ingin disakiti.

Tirta palungan ini mampu melebur ‘benda-benda tidak patut’ tersebut selayaknya sagara (samudera) yang menelan mala dunia. Di samping itu, Bhatara Wisnu yang menganugerahkan tirta palungan adalah dewa usada yang mampu melebur energi negatif.

“Sarana di perapen ini adalah dua sisi, bisa untuk pangiwa (kiri/negatif) dan bisa panengen (kanan/positif). Cetik berasal dari sini (perapen), begitu juga dengan obatnya,” imbuh Pande Wardiana.

Untuk memohon abu perapen maupun tirta palungan, kata Pande Wardiana, bisa dilaksanakan kapan saja. Namun, paling baik dilakukan menjelang Kajeng Kliwon. Ia mengaku sudah sering melayani warga yang memohon abu perapen dan tirta palungan ini. *rat
Read Entire Article